Wednesday, September 21, 2016

HUS Nde'o Tahun 2016 dilaksanakan di Desa Boni, Kec. Rote Barat Laut



Salah satu bentuk warisan budaya nenek moyang orang Rote yang masih bertahan dan dipraktekkan di beberapa tempat di pulau Rote sampai saat ini adalah Hus Nde’o. Upacara adat ini merupakan pesta rakyat yang dilakukan dalam bentuk pawai kuda hias. Ada dua jenis Hus yakni Hus Umum yaitu Hus yang biasa dilakukan untuk tujuan beragam dan di dalamnya tidak mengandung unsur ritual dan Hus Ritual (Hus Tutus), misalnya Hus untuk merayakan panen dan Hus meminta hujan.Seiring dengan berjalannya waktu, upacara adat ini tidak lagi dipraktekkan di beberapa tempat selain salah satu tempat di pulau Rote yang masih tetap mempertahankannya yaitu Hus Nde’o di Desa Boni. Ini berarti bahwa keberadaan salah satu potensi budaya orang Rote sedang menghadapi tantangan. Tantangan dimaksud bisa saja  berasal dari dalam masyarakat sendiri dan bisa datang dari luar. Tantangan dari dalam bisa terjadi karena kurangnya kesadaran masyarakat untuk mempertahankan budayanya sendiri atau tidak lagi mau mencintai budayanya sendiri dan juga tantangan berupa pengaruh globalisasi dan modernisasi.
Bupati Haning membuka kegiatan Hus Nde'o tahun 2016

Untuk mempertahankan kekayaan budaya tersebut maka Pemda Kab. Rote Ndao melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata menggelar kegiatan Hus Nde’o selama 2 hari yaitu tanggal 20 dan 21 September 2016 di Desa Boni yang dibuka oleh Bupati Rote Ndao, Drs. Leonard Haning, M.M pada tanggal 20 September 2016 dihadiri oleh Forkopimda se-Kab. Rote Ndao dan masyarakat
Pada kesempatan tersebut Bupati Haning mengapresiasi kegiatan tersebut. “Hus sudah hamper punah sehingga tugas kita mempertahankannya. Pemda sangat mendukung kegiatan ini tahun-tahun mendatang dan harap digelar di desa lainnya juga,” pesan Bupati Haning. Adapun jumlah kuda yang dilibatkan dalam kegiatan Hus tersebut mencapai ratusan ekor yang dihias untuk memeriahkan kegiatan budaya tersebut. Acara ditutup oleh Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kab. Rote Ndao pada tanggal 21 September 2016.


* * * * *


Friday, September 2, 2016

Tambang Pasir Berpotensi Merusak Pantai Nemberala



Penambangan pasir secara besar-besaran oleh masyarakat di sepanjang pantai Sedeoen, Nemberala, hingga Oenggaut di Kec. Rote Barat berpotensi merusak keindahan alam bahari yang ada selain juga mengancam pemukiman penduduk. Pantai Nemberala yang sudah tersohor karena keindahannya dan juga lebih terkenal sebagai salah satu tempat berselancar di Indonesia mungkin akan tinggal kenangan beberapa tahun ke depan bila melihat aktivitas tambang liar yang sedang marak.
Aktivitas penambangan pasir di pantai Sedeoen

Hal ini mengundang keprihatinan Dickson Beattie, seorang wisatawan Australia yang sudah beberapa tahun berdomisili di Desa Nemberala. Beberapa waktu yang lalu bermodalkan foto-foto penambangan pasir yang diambilnya, dia mengambangi dua instansi pemerintah di Kab. Rote Ndao yakni Badan Lingkungan Hidup dan Dinas Pertambangan dan Energi Kab. Rote Ndao dan Dinas untuk mengadukan persoalan tambang liar tersebut. Bagaimana masyarakat Rote Ndao sebagai pemilik Obyek Wisata Pantai Nemberala menyikapi masalah ini?



* * * * *