Selain dikenal akan kekayaan pariwisatanya
yang mendunia, pulau Rote juga memiliki berbagai kesenian daerah, salah
satunya adalah tari-tariannya yang begitu mengugah dan yang begitu indah dilihat
mata. Tari Te’orenda
merupakan salah satu di antaranya. Tarian ini menggambarkan wujud ucapan
syukur kepada Sang Pencipa dan para leluhur atas hasil panen yang diperoleh
masyarakt. Tarian ini selalu diiringi lagu yang penuh semangat dan sukacita
atas hasil panen yang berlimpah. Selain tarian, lagu Te’orenda juga dinyanyikan atau
disyairkan untuk menyambut para tamu yang berkunjung.
Selain Te’o Renda, ada pula tarian Kakamusu. Tarian ini merupakan
tarian perang yang digelar untuk melepas/menyambut tentara yang akan
berangkat/pulan dari medan pertempuran.
Ada pula tarian perang
tradisional lannya
yakni tarian Te’otona yang juga mirip dengan tarian Kakamusu,
dimana penarinya terdiri dari pria dan wanita yang menarikan tarian
ini. Mereka melakukan gerakannya secara bersamaan. Tarian ini menceritakan
tentang peperangan, yang
mana ketika perang telah usai dan tiba saatnya bagi para
pahlawan perang dari suku Rote Oenale ini untuk pulang kembali ke wilayah
mereka, maka yang pertama kali menyambut kedatangan para pahlawan perang.
Kegembiraan begitu ekspresif terpancar dari mimik dan gerak para penarinya.
Seiring berkembangnya waktu, muncul berbagai
tari kreasi baru yang juga tidak kalah menariknya di antaranya tarian
Modipapapa.
Begitu pula dengan
busana daerah, Rote juga memiliki corak busana yang sangat indah dan menarik
dengan perlengkapan aksesoris yang sangat kaya akan nilai budaya.
Oleh masyarakat Rote, sarung
dan selempang dibuat dari tenun ikat dan ditambah dengan beberapa asesoris-asesoris
seperti bulak molik, habas, pending (ikat
pinggang) dengan dilengkapi topi tradisional ti'i langga.
Di pulau Rote terdapat rumah
adat atau rumah panggung yang berfungsi sebagai tempat tua-tua adat mengadakan pertemuan-pertemuan
adat maupun upacara-upacara suku
selain sebagai tempat penyimpanan hasil panen.
Kain Tenun tradisional
pulau Rote memiliki arti penting dalam kehidupan masyarakat Nusa Tenggara
Timur, termasuk orang Rote-Ndao. Pada
masa lampau mereka mengenal adanya pengakuan terhadap kemampuan menenun bagi
seorang penenun. Pengakuan tersebut berkaitan dengan layak tidaknya seorang
wanita untuk dipinang oleh seorang pemuda.
Bagi orang Rote-Ndao, kedewasaan seorang wanita tidak saja
ditentukan oleh usia semata. Kedewasaan tersebut diukur dari apakah sang gadis
sudah dapat mengikat motif, mencelup, dan menenun. Apabila hal tersebut sudah
bisa dipenuhi, maka sang gadis sudah pantas mempersiapkan diri menuju kehidupan
berumah tangga. Kain tenun dibuat tidak saja untuk memenuhi kebutuhan akan
pakaiah, tetapi lebih dari itu, kain tenun memiliki peranan penting dalam
setiap aspek kehidupan masyarakat tradisional.
Dan satu lagi harta kekayaan dari pulau Rote
yang sudah sangat terkenal yaitu sasandu. Alat musik tradisional yang sudah lebih terkenal dengan sebutan Sasando ini memiliki bentuk yang
sangat unik karena terbuat dari daun lontar dan seruas bambu dengan ukuran
panjang 40-45 cm. Pada kedua ujung bambu tersebut dipasang sepotong kayu kecil
dan paku-paku halus untuk memasang kawat yang berfungsi sebagai tali atau dawai
yang berjumlah 7-11 tali. Sasandu modern (sasando biola elektrik) memiliki lebih banyak dawai yang jumlahnya di atas 40-an dawai.
Sasandu biasanya
dimainkan sebagai alat hiburan dalam acara adat misalnya pesta perkawinan,
pesta rumah baru, maupun
pada acara duka.
Konon, sasandu biasanya juga dimainkan oleh seorang pemuda untuk membujuk wanita pujaannya agar dapat menjalin hubungan kasih. Hingga sekarang, alat
musik kebanggaan orang Rote ini pun sudah mendunia.
Semoga bermanfaat!